Khamis, 30 Jun 2011
Awal-awal Agama Mengenal Allah
Dalam era kebangkitan Islam yang ke dua di akhir zaman ini, kita wajib meniru apa yang Rasulullah SAW lakukan hingga beliau berjaya dalam kebangkitan Islam kali pertama. Hal yang Rasulullah SAW perjuangkan pertama-tama adalah persoalan tauhid,
yaitu memperkenalkan Allah SWT sebagai satu-satunya Tuhan yang layak disembah.
Rasulullah SAW berjuang selama tiga belas tahun di Makkah. Itulah masa Rasulullah berdakwah dan mengumpulkan pengikut-pengikutnya. Mula-mula secara sembunyi-sembunyi dan kemudian secara terang-terangan. Dalam masa tiga belas tahun itu, Rasulullah hanya ‘membawa Tuhan’ kepada para Sahabat dan memperkenalkan para Sahabat kepada Tuhan. Dalam majlis yang resmi atau tidak resmi, dalam majlis keramaian, apabila berjalan-jalan dengan para Sahabat, bahkan pada setiap waktu Rasulullah menceritakan tentang Allah dan hari Akhirat. Tentang kebesaran, kesucian dan kekuasaan-Nya. Tentang kasih sayang, keampunan dan belas ihsan-Nya. Tentang kuasa dan iradah-Nya dan tentang segala sifat yang ada pada Tuhan.
Segala sifat-sifat Allah itu sangat dihayati oleh para Sahabat sehingga mereka menjadi cukup kenal dengan Tuhan. Bukan sekedar tahu, tetapi cukup kenal. Mereka menjadi orang-orang yang arifbillah. Hati-hati mereka cukup dekat dengan Tuhan, cukup sensitif dan peka dengan Tuhan. Mereka cukup terangsang dengan kebesaran dan keagungan Tuhan. Akhirnya jadilah para Sahabat, orang-orang yang sangat cinta dan takut kepada Tuhan.
Dalam hidup mereka, Allah-lah yang menjadi perkara utama. Allah-lah yang bertakhta di hati-hati mereka. Banyak di kalangan Sahabat yang menjadi mabuk dengan Tuhan karena terlalu takut dan rindu. Perasaan mabuk, takut dan cinta ini sangat kuat dan mendalam hingga adakalanya hati-hati para Sahabat tidak dapat menanggung bebannya. Ada Sahabat yang terus mati karena mengingat kebesaran Allah. Ada yang mati apabila ada orang menyebut nama Allah. Sedangkan yang jatuh pingsan dan tidak sadarkan diri lebih banyak lagi. Bila disebut nama Allah, gemetar hati-hati mereka. Namun, dengan hati yang begitu mabuk dan rindu pada Tuhan, mereka tidak mempunyai jalan atau cara untuk melepaskan perasaan mereka.
Mereka tidak ada cara untuk berhubung atau berinteraksi dengan Tuhan. Maka mereka terpaksa menanggung dan memendam rasa mabuk dan rindu itu. Mereka seolah-olah orang yang begitu dahaga tetapi tidak mendapat air untuk diminum. Mereka seperti orang yang sangat lapar tetapi tidak ada apa untuk dimakan. Mereka seperti orang yang sangat rindu kepada Kekasih Agungnya tetapi tidak dapat bersua dan bertemu untuk memuji-muji dan meluahkan segala perasaan yang terpendam dan terbuku di hati. Allah biarkan saja mereka jadi begitu.
Pada tahun yang kesebelas, baru berlaku peristiwa Israk Mikraj. Jadi, pada tahun kesebelas baru datang perintah sholat. Itulah satu hadiah yang sangat besar yang Allah karuniakan kepada para Sahabat supaya mereka dapat berinteraksi dan berhubungan dengan-Nya. Supaya mereka dapat melepaskan segala perasaan rindu dan dendam yang selama ini mereka tanggung. Supaya mereka dapat mengadu, berbicara, berbisik-bisik dan meminta-minta kepada Tuhan. Supaya mereka dapat meluahkan segala isi hati mereka dan bermanja-manja dengan Tuhan. Sungguh sholat itu satu karunia yang sangat besar bagi para Sahabat. Ia ibarat air di kala dahaga. Ia ibarat makanan di kala lapar. Ia ibarat pertemuan dengan kekasih yang sangat dirindu.
Sholat menjadi buah hati Rasulullah dan para Sahabat. Sholat adalah istirahat mereka.
Rasulullah SAW pernah bersabda:Maksudnya:
“Sembahyang adalah penyejuk mataku.”
Baginda juga pernah menyuruh Sayidina Bilal r.a. untuk adzan dengan berkata:
Bermaksud
“Wahai Bilal, berilah kerehatan kepada kita semua!”
Demikianlah kedudukan sholat di hati Rasul dan para Sahabat. Tidak heran mereka tenggelam di dalam sholat. Mereka ‘mikraj’ di dalam sholat. Tidak heran juga, ketika sholat, mereka lupa tentang dunia ini dan segala isinya baik yang berupa nikmat maupun kesusahan. Mereka asyik dan masyuk dengan Tuhan dalam sholat.
Sayidina Ali k.w. lantaran begitu khusyuknya di dalam sholat, tidak terasa apa-apa ketika dicabut anak panah dari betisnya. Sholat mereka yang seperti inilah yang telah menjadikan mereka pribadi-pribadi agung. Agung keimanan mereka. Agung keyakinan mereka dan agung akhlak mereka. Allah memberikan karunia kepada mereka 3/4 dunia dan semua bangsa bernaung di bawah kekuasaan mereka. Mereka membawa kedamaian dan keselamatan. Mereka penuhi dunia ini dengan keadilan dan kebahagiaan.
Di sini kita dapat melihat konsep pendidikan Rasulullah,
yaitu awaludin makrifatullah. Awal-awal agama mengenal Allah. Para Sahabat dikenalkan kepada Allah hingga mereka menjadi orang-orang yang arifbillah, yaitu orang-orang yang sangat takut, cinta dan rindu kepada Allah dan orang-orang yang mabuk dengan Allah. Dalam keadaan seperti itu, barulah mereka diperintah untuk melaksanakan sholat dan menegakkan syariat Allah. Keseluruhan perintah syariat yang beribu-ribu jumlahnya diturunkan di Madinah. Ia hanya memakan waktu 10 tahun, berbanding memperkenalkan Tuhan yang satu itu yang memakan masa selama 13 tahun di Makkah.
Orang-orang yang menegakkan syariat Allah di Madinah itu sebenarnya ialah orang-orang yang takut, cinta dan mabuk dengan Tuhan. Orang-orang yang arifbillah. Hanya orang-orang seperti ini saja yang mampu menegakkan syariat Allah. Yang mampu memperjuangkan agama Allah. Yang mampu berkorban ke jalan Allah.
Itulah kelemahan umat Islam hari ini. Sebatas tahu tentang Tuhan. Sebatas memiliki ilmu tentang Tuhan. Sebatas alimbillah. Tuhan masih di akal, belum di hati. Belum ada rasa bertuhan. Belum ada rasa kehambaan. Jauh dari rasa takut rindu dan cinta pada Tuhan. Lebih-lebih lagi belum mabuk dengan Tuhan. Oleh karena itu, mereka disogok dengan sholat dan syariat. Disuruh dirikan sholat. Disuruh tegakkan syariat. Diperkenalkan hukum hudud dan sebagainya.
Orang yang belum kenal Tuhan dan orang yang tidak ada rasa takut dan cinta pada Tuhan, tidak akan mampu mendirikan sholat dan menegakkan syariat. Kalau pun mereka berbuat, ia dilakukan secara terpaksa. Melakukan pekerjaan dengan terpaksa memang pahit, sakit dan perit. Sukar untuk istiqomah.
Kenapa tidak dibawa Tuhan kepada mereka? Kenapa tidak perkenalkan Tuhan kepada mereka? Kalau manusia betul-betul kenal Tuhan, mereka tidak akan dapat mengelak dari jatuh cinta dan rindu kepada-Nya. Mereka tidak akan dapat mengelak dari mau berbakti kepada-Nya untuk merebut cinta dan kasih sayang-Nya. Bagaimana mungkin kita tidak sayang dan tidak jatuh hati kepada Allah yang begitu berbakti, begitu menjaga, begitu mengawasi dan memenuhi segala kehendak dan keperluan kita. Yang penuh kasih dan belas kasihan kepada kita. Yang menyayangi kita lebih dari ibu kita sendiri. Yang menjaga kita siang dan malam tanpa istirahat dan tanpa tidur. Yang tidak pernah melupakan kita.
Marilah kita kembalikan manusia kepada Tuhan. Marilah kita perkenalkan Tuhan itu kepada manusia supaya manusia kenal akan Tuhan. Karena awal-awal agama mengenal Tuhan. Selagi kita belum kenal Tuhan, selagi itu kita belum mampu untuk beragama atau untuk menegakkan agama. Mengenal Tuhan itu tidak cukup sekedar tahu tentang Tuhan atau tahu tentang sifat-sifat Tuhan secara ilmunya, tetapi merasakannya di hati. Hati rasa bertuhan, hati merasa Tuhan senantiasa melihat, hati merasa Tuhan itu Maha Mendengar, hati merasakan Tuhan itu berkuasa berbuat apa saja kepada hamba-Nya, hati merasakan Tuhan itu pengasih dan penyayang yang senantiasa mencurahkan rezeki kepada hamba-Nya.
Setelah hati ada rasa bertuhan, secara otomatis hati akan dipenuhi rasa kehambaan, yaitu rasa lemah, rasa berdosa, rasa bergantung harap kepada-Nya.
Hati rasa takut dan cinta dengan Tuhan sebagaimana yang dirasakan oleh para Sahabat yang dididik oleh Rasulullah lebih 1400 tahun dahulu.
Allah Sumber Bahagia
Allah Taala adalah sumber bahagia
Ini bukan semua orang yang boleh merasa
Ini hanya dapat dirasa oleh jiwa yang bertaqwa
Berdoa sahaja sudah rasa sedap
Sekalipun belum tentu dikabulkan doa
Bercakap-cakap dan berbisik-bisik dengan Tuhan
Sudah terasa lazatnya
Bermunajat dengan-Nya terasa indahnya
Allah Taala terasa dekat
Tapi tidak berantara dan bercara
Ia terasa ada di mana-mana
Tapi tidak ada di sana
Kita terasa sangat Ia bersama kita
Semuanya tidak bercara
Tuhan dirasakan sangat diperlukan
Masya-Allah indahnya bertuhan
Rahmat-Nya dan kurniaan-Nya seperti dirasakan
Sama ada yang nyata mahupun yang tidak nyata
Setiap detik dia mengurniakan
Allah! Allah! Allah!
Besarnya erti hidup bersama Tuhan
Tuhan adalah hidup mati kita
Tuhan adalah segala-galanya
Jangan lupakan Tuhan!
Allahyarham Ust. hj Ashaari Muhammad
29.7.1999
Orang yang kenal Tuhannya
Ada orang mengatakan yang dia kenal Tuhan. Ada orang mengatakan yang dia cinta Tuhan. Benarkah begitu?
Sedangkan yang kata kenal Tuhan itu hanya boleh cerita tentang Tuhan. Menceritakan tentang Tuhan itu sebenarnya baru tahu tentang Tuhan. Belum tentu kenal lagi. Setakat menceritakan, ramai yang bukan Islam boleh cerita tentang Tuhan. Malah Tuhan menjadi bahan kajian mereka. Apakah orang bukan Islam itu mengenali Tuhan?
Untuk test orang itu kenal Tuhan atau tidak, kayu ukurnya cinta Tuhan. Maksudnya di sini, kalaulah orang itu benar-benar kenal Tuhan, sudah pasti dia akan jatuh cinta dengan Tuhan. Sebab kenal dengan cinta itu saling kait mengait. Tak kenal maka tak cinta. Sudah kenal pasti jatuh cinta.
Maksud kenal ini bukan boleh sekadar di bibir sahaja, sekadar menjadi sebutan. Atau sekadar cakap-cakap. Lebih baik daripada itu sekadar tulis-tulis. Yang mana ini semua datang dari hasil ingatan atau hafalan. Lebih baik daripada itu boleh menghurai sahaja sedangkan tiada penghayatan dan penjiwaan.
Kerana itu kenal mesti mengenali daripada hati. Yang mana hasil kenal itu, jatuh cinta yang juga daripada hati. Kenal itulah yang membawa faham. Faham tentang Tuhan membuatkan seseorang itu membuat apa sahaja perkara di dunia ini sesuai dengan kehendak Tuhan. Faham sungguh apa kehendak Tuhan. Faham sungguh apa yang tidak disukai Tuhan. Faham bagaimana nak beradab dengan Tuhan.
Cinta itu pula membawa kepada takut. Takut sangat cinta itu terputus di tengah jalan. Takut sangat cinta itu tidak berpanjangan. Kalau boleh biarlah cinta itu berlama-lama sepanjang hayat, sepanjang masa. Janganlah cinta itu terhenti separuh jalan. Janganlah cinta itu tidak berbalas. Bila tidak berbalas ibarat bertepuk sebelah tangan. Begitulah hasil orang yang kenal, cinta dan takut Tuhan.
Orang seperti ini adalah orang yang dekat dengan Tuhan. Orang seperti ini membuktikan cintanya dengan berkorban untuk Tuhan. Dia sanggup berkorban apa sahaja yang ada pada dirinya untuk Tuhan. Malah cinta dan takut itu jugalah yang membuatkan dia sangat mengasihi dan menyayangi sesama makhluk Tuhan. Orang ini, dia mendapat gelaran ‘Arifbillah.
Orang inilah yang dimaksudkan hadis,
Hendaklah kamu bersama Allah, dan sudah pasti kamu tidak mampu, oleh kerana itu bersamalah dengan orang yang sudah dapat bersama Allah (Arifbillah). Kerana bila kamu bersama ‘Arifbillah, sama seperti kamu bersama Allah.
Memburu Kehidupan Jangan Sampai Kehilangan Tuhan
Tidak ada manusia yang tidak hendak hidup sempurna
Ingin kaya, ingin rumah besar, ada kereta, ada harta
Memperolehi pakaian yang cantik, pakaian mewah,
perabot rumah yang mahal
Dapat pangkat yang besar, gaji yang lumayan,
alat-alat hidup yang canggih
Ini adalah benda-benda atau perkara yang lahir
Yang bersifat maknawi dan rohani tidak kurang pula
diperlukan oleh manusia
Inginkan ilmu yang banyak, pengalaman yang luas,
jiwa yang bahagia
Tapi Tuhan tidak akan memberi manusia
serba lengkap dan sempurna
Begitulah yang terjadi di dalam kehidupan manusia
Manusia perlu ingat, di dalam memburu kehidupan yang sempurna
jangan sampai kehilangan Tuhan
Di dalam apa keadaan pun Tuhan mesti dipertahankan
Kerana Tuhan itu adalah segala-galanya
Tidak ada erti mendapat segala-galanya
kalau kehilangan Tuhan
Biarlah segala-galanya itu di dalam kekurangan
tapi jangan kehilangan Tuhan
Tuhan adalah hidup mati kita
Yang lain adalah untuk sementara sahaja
Rugi besarlah manusia kerana inginkan kesempurnaan
dan kemewahan hidup tertinggal Tuhan
Apabila kehilangan Tuhan,
manusia tidak akan hidup bahagia
Kerana Tuhan itu adalah sumber kebahagiaan
Kehilangan Tuhan, kehilangan sumber kebahagiaan
Ini terbukti orang yang tidak mempedulikan Tuhan
walaupun serba ada tetapi tidak tenang
dan tidak bahagia
Allahyarham Ust. hj Ashaari Muhammad
Lepas Asar
20 Muharam 1421H
Faham Tentang Islam
Faham tentang Islam bukan bererti setakat ada ilmu tentang Islam. Ramai orang ada ilmu Islam tetapi tidak faham Islam. Tahu dan faham adalah dua keadaan yang berbeza.Faham itu merangkumi semua aspek. Faham zahir dan batinnya, rohnya, yang tersurat dan tersirat.
Inilah yang dimaksudkan oleh hadis Rasulullah SAW:
Barangsiapa yang Allah hendak jadikan dia orang baik, maka dia akan diberi faham tentang agama.''
Rasulullah SAW tidak menyebut,
'' Barangsiapa yang Allah hendak jadikan dia orang baik, maka dia akan diajar/diberitahu/diberi ilmu tentang agama.''
Tetapi Rasulullah berkata,
'' Dia akan diberi faham tentang agama.''
Sebab tidak semestinya seseorang itu akan faham bila dia diajar. Tidak semestinya bila dia diberitahu, dia akan faham, akan menghayati serta akan menjiwainya. Tetapi bila dikatakan 'diberi faham tentang agama' maknanya dari otak hinggalah ke hati akan menjadi satu keyakinan akhirnya dijiwai dan dihayati.
Sudah semestinya kalau hendak faham kena ada ilmunya. Kita kena cari ilmu. Tetapi belum tentu kalau ada ilmunya, kita akan faham.
Faham itu hikmahnya.
Faham itu ialah ilmu dalam ilmu.
Kalau begitu sekiranya sekadar diajar atau diberitahu tentang Islam, tidak ada jaminan seseorg itu akan menjadi baik.Tetapi kalau 'diberi faham', itulah tanda seseorang itu akan membuat perubahan. Sebab bila dikatakan 'diberi faham',ia akan jatuh ke hati.
Tetapi kalau hanya 'diberitahu' atau 'diajar', itu setakat diakal sahaja. Akhirnya, jadi mental exercise. Pintar dan lancar dia memperkatakan tentang Islam tetapi hanya berputar di akal tidak di hati.
Bila ilmu bertapak di akal, syarahannya hebat, boleh menulis dan sebagainya. Tetapi kalau ia tidak bertapak di hati, ia bukan menjadi keyakinan hidupnya.Ertinya dia tidak menghayati ilmunya. Kalau begitu ilmu yang ada diotaknya tidak mendorong dia untuk membaiki diri,untuk menggunakan ilmunya itu untuk menuntun hidupnya. Tetapi kalau ilmu itu sampai ke hati barulah ia akan berkesan pada dirinya.
Sebab itulah orang alim ramai tetapi orang faqih (orang yang faham) sedikit. Yang diajar dan diberitahu tentang ilmu Islam itu ramai tetapi yang menjiwai Islam itu tidak ramai. Seseorang yang sekadar diberitahu atau diajar tentang Islam, belum tentu terdorong untuk membaiki diri. Akalnya terisi dengan ilmu Islam, tetapi kalau ilmu tidak bertapak dalam hati, dorongan untuk membaiki diri dan mengamalkan ilmu tidak ada.
Manakala kalau ilmu disertai kefahaman, bermakna seseorang itu tahu dari hati dan jiwanya, bukan sekadar dengan akal sahaja. Ini akan mendorongnya membaiki diri. Namun perlu diingat, kalau hati sahaja terbuka untuk menerima Islam, tetapi ilmunya tidak ada maka seseorang itu tidak akan boleh berbuat.Kalau kita seronok sahaja beramal tetapi malas hendak menuntut ilmu, maka banyaklah kesalahan yang kita akan buat.
Amalan yang tidak disuluh dengan ilmu maka akan tertolak terus amalan itu. Beramal tanpa ilmu tidak sah dan ianya tertolak.
Jadi kefahaman tentang Islam ini perlu ada. Islam mesti difahami secara syumul, secara lengkap, bukannya secara serpihan. Islam yang difahami mesti meliputi seluruh aspek kehidupan manusia. Islam mesti difahami sebagai cara hidup sebagai 'ad-deen'.
Atau dengan kata-kata lain, Islam mesti difahami sebagai aqidah, sebagai ajaran ibadah, dakwah, ukhwah, jihad, jemaah, amrun bil makruf wanahyun 'anil mungkar, tarbiah, pendidikan, ekonomi, daulah Islamiah, hal antarabangsa hinggalah kepada hal-hal yang menjangkau alam sejagat.
Untuk faham pula mesti ada jalan, ada usaha dan ada caranya. Bukan boleh faham begitu-begitu saja. Mesti melahirkan sebabnya seperti belajar, membaca, mentelaah, muzakarah, bertanya dan sebagainya. Jadi, suka, minat atau lapang dada menerima Islam saja tidak cukup. Mesti disertai dengan kefahaman, kemudian kena berbuat dan bertindak berdasarkan kefahaman itu.
Kalau sesuatu amalan itu dibuat atas dasar tahu saja tanpa disertai kefahaman, jadilah amalan itu lahirnya betul tetapi hatinya rosak.
Misalnya, dia tahu cara hendak sembahyang dan akan bersembahyang tetapi roh sembahyang tidak ada. Bila roh sembahyang tidak ada, hakikatnya dia belum bersembahyang.
Begitu juga bagi orang yang sekadar tahu ilmu berjuang dan boleh berjuang. Lahirnya saja bagus, tetapi hatinya akan rosak. Roh berjuang tidak ada.
Manakala kalau diberi ilmu puasa sahaja dan dia boleh berpuasa tetapi berpuasa hanya tangannya, mulutnya, matanya dan perutnya sedangkan rohnya, hatinya dan nafsunya tidak berpuasa. Sebab mengetahui itu hanya terhadap benda-benda lahir yang dapat dinilai oleh mata kepala.
Tetapi 'faham' itu lebih mendalam iaitu hati atau rohani sama-sama merasa, bukan akal sahaja yang mengetahui.
Begitu juga, tidak cukup membangunkan Islam dengan cara semangat-semangat, slogan-slogan, terpekik sana, terpekik sini, demonstrasi sana, demonstrasi sini, kutuk orang itu, kutuk orang ini. Ini bukan faham namanya.
Usahkan faham, kadang-kadang ilmu pun belum ada. Ini lagi rosak. Konon-kononnya berani Beranikah itu namanya ?
Umat Islam. Bukannya tidak berani. Orang ada senjata automatik, kereta perisai dan kereta kebal tetapi dia main baling batu sahaja ditengah jalan. Semua orang mengakui yang itu berani. Memanglah berani tetapi berani melulu.
Umpama air bah, kalau tidak ada saluran yang betul, habis semua benda dilanyaknya. Pohon kelapa orang, kebun orang, rumah orang dan sebagainya habis ranap dibuatnya.
Tetapi kalau ada saluran dan sistem perparitan yang betul, air bah itu dapat dikawal dan dialirkan ke sungai. Bahkan di parit, boleh tangkap ikan dan main sampan.
Jangan berani melulu macam air bah. Paling tidak biar berani atas dasar ilmu. Tetapi paling baik, berani atas dasar faham. Kalau tidak faham, kena tanya, kena belajar, kena muzakarah, kena berbincang, kena banyak mentelaah dan lain-lain.
SELARIKAN KEHENDAK KITA DENGAN KEHENDAK TUHAN
SELARIKANLAH kehendak kita dengan kehendak Tuhan
Kehendak Tuhan penuh hikmah
dan terjamin keselamatannya
Kehendak kita bukan ada pertimbangan
Hanya mengikut hawa nafsu atau ego dan angan-angan
Selaraskan, kenalah makan, minum, pakaian, bekerja,
berjuang, berkeluarga, berpolitik, berekonomi
dengan kehendak Tuhan
Jangan pula kehendak Tuhan lain, kehendak kita lain
Kehendak Tuhan kita tolak, kehendak kita yang kita terima
Ia akan merosakkan kehidupan kita
Sedangkan fitrah semula jadi kita sebagai manusia
tidak mahu kerosakan
Hari ini rata-rata kebanyakan manusia
kehendaknya yang diamalkan
Kehendak Tuhan sudah tidak dihormati
dan dikesampingkan
Apa sudah jadi kepada kehendak manusia?
Perpecahan berlaku, peperangan terjadi
Jenayah menjadi-jadi menakutkan semua orang
Kasih sayang dan persaudaraan punah dan musnah
Sedangkan manusia tidak mahu itu semua berlaku
Sistem kekeluargaan hancur sama sekali
Perhubungan murid-murid dengan guru-gurunya
punah-ranah
Perhubungan suami isteri hanya di waktu baru berkahwin
Perhubungan anak-anak dengan ibu bapa
renggang dan tunggang-langgang
Manusia bukan mahu perkara-perkara
yang disebutkan tadi berlaku
Tapi manusia sudah tidak tahu bagaimana
hendak mengatasinya
Para pemimpin, cerdik pandai sudah bingung
Sekarang semua golongan sudah hidup
dalam ketakutan
Resah, gelisah, kecewa, putus asa
Akibat menerima kehendak sendiri
dan menolak kehendak Tuhan
Bilakah manusia itu mahu menerima kehendak Tuhan?
Agar dunia kembali aman damai dan harmoni
Allahyarham Ust. hj Ashaari Muhammad
Menjelang Maghrib
31 - 12 - 1999
25 Ramadhan 1420
Khamis, 9 Jun 2011
KEBERSIHAN ATAU BERSUCI DALAM ISLAM
Islam menggalakkan kebersihan iaitu bersih lahir dan batin.Di dalam Al Quran dan Hadis banyak memperkatakan tentang kebersihan atau bersuci ini. Allah berfirman dalam
Al Quran:Maksudnya:
“Sesungguhnya berbahagialah (mendapat kejayaanlah) orang yang menyucikan hatinya dan berdukacitalah orang yang mengotorkan hatinya.” (As Syams:9-10)
Rasulullah SAW pernah bersabda:Maksudnya:
“Kebersihan itu sebahagian dari iman.”
“Bersuci itu adalah cabang daripada iman.”
Di sini menunjukkan betapa pentingnya bersuci atau kebersihan dalam kacamata Islam. Sebahagian daripada iman kita sudah dapat. Kalaulah dinisbahkan iman itu 100% ertinya kita sudah dapat 50% daripadanya, tinggal lagi 50% untuk kita menggenapkannya. Maksudnya kalau kita sudah bersuci atau bersih lahir dan batin, kita hanya perlu tambah 50% lagi amalan lain, itu pun sudah menyelamatkan kita.
Kadang-kadang kita tidak sedar, kita bertungkus-lumus beramal banyak, contohnya banyak berpuasa, banyak sembahyangsunat, banyak wirid zikir, banyak mengaji dan macam-macam amalan sunat lagi, tapi perkara yang wajib tentang bersuci, kita tidak tahu atau tidak arif. Akhirnya seluruh amalan kita tertolak. Sampai ke langit, Allah suruh malaikat campakkan amalan itu turun ke bawah.
Tidak dapat pahala walau sebesar habuk, ataupun bagaikan habuk-habuk berterbangan. Letih saja kita berbuat tapi tidak dapat apa-apa pahala ganjaran daripada Allah. Bahkan Allah murka.
Jadi kalau begitu mari kita lihat bersuci atau kebersihan yang dituntut dalam Islam supaya ibadah kita tidak tertolak.
Bersuci terbahagi kepada dua:
1. Suci Lahir
a.Suci daripada najis berat, sederhana atau ringan.
b.Suci daripada hadas besar dan kecil.
c.Suci daripada fudhul (kotoran).
2. Suci Batin
a.Suci akal daripada syirik dan daripada segala isme-isme dan ideologi ciptaan manusia.
b.Suci hati daripada sifat-sifat mazmumah.
c.Suci nafsu daripada kehendak-kehendak yang negatif.
Mari kita huraikan satu-persatu supaya kita dapat beramal dengan tepat dan hayati sungguh-sungguh dalam hidup kita.
SUCI LAHIR SUCI DARIPADA NAJIS
Najis terbahagi kepada tiga:
1. mughallazah (berat)
Najis Contohnya najis anjing dan babi serta yang berkaitan dengan keduanya, misalnya keturunannya.
Cara mencucinya:
– Hilangkan ain najis.
– Hendaklah dibasuh tujuh kali termasuk satu basuhan daripada air tanah yang suci.
2. Najis mutawassitah (pertengahan)
Contohnya tahi, kencing, muntah, nanah, mazi, wadi, air liur basi, bangkai binatang dan lain-lain.
Cara mencucinya:
– Najis hukmiah iaitu yang kita yakini adanya tetapi tidak nyata zatnya, baunya, rasanya dan warnanya seperti kencing yang sudah lama kering sehingga sifat-sifatnya sudah hilang.
Cara mencuci najis ini cukup dengan mengalirkan air di atas benda yang kena najis itu.
– Najis ‘ainah iaitu yang masih ada zat, warna, rasa atau baunya, terkecuali warna atau bau yang sangat sukar menghilangkannya. Ini dimaafkan.
Cara mencuci najis ini hendaklah dengan menghilangkan zat, rasa, warna dan baunya. Kemudian dialirkan air mutlak ke atasnya.
3. Najis mukhaffafah (ringan)
Najis air kencing bayi lelaki yang belum berumur dua tahun dan tidak makan apa-apa selain susu ibunya sahaja.
Cara mencucinya:
– Memadai dengan memercikkan air ke atas benda yang kena najis itu walaupun tidak mengalir.
SUCI DARIPADA HADAS
a. Hadas besar
Antara perkara yang menyebabkan hadas besar ialah junub, nifas, haid, wiladah dan keluar air mani. Ini semua mewajibkan mandi.
Rukun Mandi
1.Niat.
Orang yang junub hendaklah berniat menghilangkan hadas junubnya.Perempuan yang baru selesai haid, hendaklah berniat menghilangkan hadas kotorannya dan seterusnya.
2.Meratakan air ke seluruh badan.
Sunat-sunat Mandi
1.Membaca “Bismillah” pada permulaan mandi.
2.Berwudhuk sebelum mandi.
3.Menggosok-gosok seluruh badan dengan tangan.
4.Mendahulukan yang kanan dari yang kiri.
5.Berturut-turut.
b. Hadas kecil
Iaitu berlaku perkara-perkara yang membatalkan wudhuk. Contohnya keluar sesuatu dari qubul dan dubur, tersentuh kulit lelaki atau perempuan yang bukan muhram, memegang kemaluan dengan tapak tangan, tidur dengan punggung yang tidak tetap ke lantai.
Cara menghilangkan hadas kecil ialah dengan berwudhuk.Tetapi jika keluar sesuatu (najis) dari qubur atau dubur (kecuali angin/kentut) perlu beristinjak untuk menyucikannya.
Istinjak
Dalam sebuah Hadis Rasulullah SAW ada disebutkan:Nabi SAW telah melalui dua buah kubur, ketika itu baginda berkata:
“Kedua orang yang ada di dalam kuburini diseksa. Yang seorang diseksa kerana mengadu domba, yang seorang lagi kerana tidak beristinjak kencingnya.”
(Sepakat ahli Hadis)
Apabila keluar kotoran daripada jalan depan mahupun belakang, wajib istinjak dengan air atau tiga ketul batu. Yang paling baik ialah mula-mula dengan batu atau sebagainya, kemudian diikuti dengan air.
Sabda Rasulullah SAW: Maksudnya:
“Apabila seseorang itu beristinjak dengan batu hendaklah ganjil.
(Riwayat Bukhari dan Muslim)
Berkata Salman:
“Rasulullah melarang kita beristinjak dengan batu yang kurang daripada tiga batu.” (Riwayat Muslim)
Dalam Hadis ini disebutkan tiga batu bererti tiga ketul batu atau satu ketul batu tiga persegi. Yang dimaksudkan dengan batu ialah tiap-tiap benda yang keras, suci dan kesat seperti kayu, tembikar dan sebagainya. Benda yang licin seperti kaca tidak sah dibuat istinjak kerana tidak dapat menghilangkan najis. Begitu juga benda yang dihormati seperti makanan dan sebagainya.
Syarat beristinjak dengan batu dan sebagainya hendaklah sebelum kotoran itu kering dan tidak mengenai tempat lain selain dari tempat keluarnya. Jika mengenai tempat lain maka tidak sah lagi istinjak dengan batu tetapi wajib istinjak dengan air.
SUCI DARIPADA FUDHUL (KOTORAN)
Ia merupakan kotoran seperti hingus, tahi mata, tahi telinga, kelemumur, tahi hidung, kahak, lebihan kuku, bulu ketiak dan ari-ari, daki, kutu dan lain-lain. Ini semua pada badan. Kotoran yang ada di persekitaran seperti habuk-habuk, jelaga, sarang labah-labah, cebisan kertas, kain buruk dan lain-lain.
Ianya bukan najis cuma tidak cantik. Nampak tidak bersih, tidak smart, tidak kemas, tidak menarik bahkan nampak berserabut dan menyakitkan mata memandang.
Dalam Hadis Rasulullah SAW bersabda:Maksudnya:
“Sesungguhnya Allah itu cantik dan sukakan kecantikan.”
Kita mestilah suci daripada kotoran-kotoran lahir ini supaya lahirlah orang-orang yang bersih. Kalau kita tidak sensitif dengan kotoran-kotoran lahir ertinya kita ini kasar, yakni tidak berjiwa halus. Benda-benda yang lahir ini jika kita tidak rasa jijik ertinya yang batin lagilah kita tidak rasa jijik.
Mungkin ada orang berkata,
“Saya ini orang seni, sebab itu saya simpan sarang labah-labah ini.”
Tentu tidak. Fitrah hati menolak dan akan rasa sarang labah-labah atau lain-lain tadi tidak patut disimpan dan menyakitkan mata.
SUCI BATIN
Batin terbahagi kepada tiga iaitu akal, nafsu dan hati.
SUCI AKAL
Suci akal daripada syirik atau isme-isme ciptaan manusia. Bila akal masih syirik atau menduakan atau yakin dengan lain-lain isme-isme ciptaan manusia ertinya akal kita masih bernajis.
Sebab itu akal mestilah dibersihkan dan diisi dengan ilmu wahyu yakni Al Quran dan Hadis Rasulullah. Ini kerana ilmu wahyu itu tepat. Ia mampu menyuluh sesuatu ilmu itu sama ada betul atau salah.
SUCI HATI
Suci hati daripada sifat-sifat mazmumah. Bila ada sifat-sifatmazmumah ertinya hati kita masih bernajis.
Najis hati namanya. Sebab itu sifat-sifat mazmumah ini mesti dibersihkan seperti benci, marah, besar diri, megah, dendam, hasad, tamak bakhil, lalai, takut, sedih, kecewa dan lain-lain.
Cara Membersihkan Hati:
1.Setiap yang mahmudah hendaklah disuburkan. Seperti rasa simpati, pemurah, malu, rendah diri, hormat, rasa terimakasih, taat, redha, puas hati, sabar dan lain-lain. Manakala
sifat-sifat mazmumah hendaklah dibuang.
2.Mesti ada ilmu tentang cara menyuburkan mahmudah dan membuang mazmumah. Perlu mengetahui sifat-sifat hati terlebih dahulu.
3.Kenal apa yang ada di dalam hati kita.
4.Hendaklah membuat latihan secara mujahadah dan riadah.
5.Mujahadah dan riadah itu hendaklah secara istiqamah.
6.Ada guru tempat merujuk.
SUCI NAFSU
Suci nafsu daripada kehendak-kehendak yang jahat. Nafsu juga ada najisnya iaitu kehendak-kehendak yang jahat atau negatif seperti makan minum yang haram, pakaian yang haram, inginkan tempat tinggal yang haram, inginkan kenderaan yang haram, inginkan kepada pergaulan yang haram dan lain-lain.
Ini semua hendaklah dibersihkan dengan menggantikannya dengan keinginan yang halal seperti ilmu, makan, minum, isteri, tempat tinggal, ajaran, kenderaan, kekayaan yang halal, ingin memperjuangkan kebenaran, ingin beribadah, ingin ke masjid berjemaah dan lain-lain kehendak yang baik.
Cara Untuk Membersihkan Nafsu:
1.Faham syariat.
2.Faham kehendak-kehendaknya yang negatif.
3.Dorong semua kehendaknya yang positif atau yang mubah.
4.Mujahadah dan riadah.
5.Istiqamah.
6.Ada guru tempat rujuk.
Itulah bentuk ‘najis’ yang ada pada kita semua iaitu najis lahir dan ‘najis’ batin. Kalau kita umat Islam mampu membersih- kannya melalui proses yang disebutkan tadi maka akan lahirlah keindahan syariat Islam itu. Kita akan dapati di antaranya:
1.Lahirlah masyarakat yang bersih lahir dan batin sepertimana model di zaman Rasulullah SAW.
2.Lahirlah masyarakat yang sihat pada badan (fizikal), fikiran dan jiwa.
3.Akan lahirlah masyarakat yang berkasih sayang.
4.Akan lahirlah masyarakat yang bergotong-royong, bersatu padu dan bekerjasama.
5.Lahirlah masyarakat yang terpelihara keturunannya.
6.Lahirlah masyarakat yang bersatu padu dan bersaudara.
7.Lahirlah masyarakat yang aman damai.
8.Lahirlah masyarakat yang rajin.
9.Lahirlah masyarakat yang muafakat.
10.Lahirlah masyarakat yang belas kasihan, bertimbang rasa,mengambil kira perasaan orang lain.
11.Lahirlah masyarakat yang hormat-menghormati.
12.Akan lahirlah masyarakat yang berkorban.
13.Akan lahirlah masyarakat yang bersih daripada perkara-perkara yang menimbulkan perbalahan.
14.Masyarakat bersih daripada kemungkaran.
15.Masyarakat bersih daripada pembaziran.
16.Akan lahirlah masyarakat yang suka menuntut ilmu.
17.Akan lahirlah masyarakat yang pemurah, bertolak ansur, menjaga perasaan orang lain, bersopan dan berakhlak mulia
18.Lahir masyarakat yang berkemajuan dan bertamadun.
19.Lahirlah masyarakat yang berdisiplin.
At Thaharah
At Thaharah atau kebersihan adalah asas ibadah
Kalau ibadah di tempat tidak bersih
Tapi tidak najis hukumnya makruh
Kalau tempat najis, tidak sah
Rumah orang bertaqwa laksana masjid atau rumah Allah
Lahir batinnya hendaklah bersih
Supaya roh suci datang ziarah
Kalau rumah tidak bersih malaikat tidak ziarah
Padahal malaikat-malaikat membawa
berkat dan rahmat dari Allah
Pengotor tidak disukai Allah
Sekalipun tuan rumah ahli ibadah
Bersih menyenangkan jiwa, akal cerah
Kalau tidak fikiran berserabut, jiwa tegang, mudah pemarah
Bersih banyak peringkat kenalah buat
Yang tertinggi bersih daripada najis
sama ada aini mahupun hukmi
Yang aini nampak oleh mata
Yang hukmi hanya bersifat maknawi
Peringkat kedua bersih daripada yang menjijikkan
sekalipun tidak najis
Dia mematikan selera atau meloyakan perasaan manusia
Kenalah juga jaga seperti hingus atau tahi mata
Yang ketiga bersih daripada yang mencomotkan
sekalipun bukan najis
Kerana ia tidak sedap dipandang oleh mata kepala
Seperti tanah yang terpalit, tepung dan sampah
yang berselerak di rumah
Bahkan di dalam Islam meminta lebih dari itu
Barang-barang di rumah tersusun,
perabut-perabut di rumah teratur kalau ada perabut
Kerana ia menyedapkan mata memandang Sunat hukumnya
Pakaian mesti kemas, bersih, elok bercantik-cantik,
Tuhan itu cantik secara Tuhan
Yang tidak dapat dibayangkan
Maka Tuhan suka hamba-hamba yang bercantik-cantik
Yang dimurka kalau megah dan riyak
Kalau pandangan tidak sedap dilihat oleh mata
Di rumah makruh hukumnya
Kerana dia membantu juga fikiran berserabut
Jiwa tidak tenang
Kemuncak kebersihan adalah kebersihan jiwa dan fikiran
Terutama daripada syirik yang mengekalkan seseorang
di dalam neraka
Selain itu sombong, tamak, bakhil,
cintakan dunia dan lain-lainnya
Kerana kekotoran jiwa membawa perpecahan dan huru hara
Yang akan menyusahkan kehidupan manusia
Yang akan hilang keharmonian dan kebahagiaan bersama
Orang yang pengotor fikirannya selalunya tidak teratur
Menggambarkan fikirannya yang kusut berserabut
Bahkan malaikat tidak menziarahi rumahnya
Rahmat dan berkat masuk ke rumahnya bersama malaikat
Kalau tidak, selalu sahaja berlaku krisis keluarga dan rumah tangga
Yang selalu ziarah ke rumah adalah jin,
syaitan dan roh-roh yang kotor
Sekalipun tuan rumahnya sembahyang
Tapi tidak membawa ketenangan
Kerana malaikat tidak datang
Rumah itu orang rasakan bagaikan kubur
Tolong ambil peringatan nasihat sajak ini
Rumah orang Islam tidak sepatutnya kotor atau berserabut
Allahyarham Ust. Ashaari.
MENGAPA MASYARAKAT ISLAM TIDAK DILIHAT INDAH ?
Islam adalah agama akidah, agama ibadah, akhlak dan peraturan serta undang-undang hidup di dalam semua aspek kehidupan sama ada dari persoalan kekeluargaan, masyarakat, ekonomi, kebudayaan, pendidikan, perhubungan, kenegaraan, ketenteraan hinggalah alam sejagat.Jika sekiranya Islam itu dapat difahami, dihayati dan diamalkan keseluruhannya, akan dapat dilihat bahawa penganut-penganutnya adalah manusia yang berakidah, beribadah,berakhlak, berdisiplin, cergas, aktif dan berhubung antara satu sama lain. Dari sini lahirlah manusia yang berukhwah, berpadu,maju, aman damai, bahagia dan harmoni.
Akan tetapi pada hari ini kita lihat umat Islam dan masyarakat umum amat kusut sekali, haru-biru, huru-hara, kelam-kabut, tidak berakhlak dan tidak berdisiplin. Umat Islam tidak sehaluan, tidak sependapat dan tidak satu fikiran. Masing-masing ada tujuan-tujuan yang tersendiri, tidak seia-sekata dan tidak serentak menuju satu matlamat yang menjadi cita-cita Islam. Bersimpang-siur antara satu sama lain. Tidak di satu barisan yang tersusun rapi seperti satu bangunan yang tersusun dan indah. Mereka bercelaru, satu ke hulu, satu ke hilir. Satu ke darat, satu ke baruh. Satu ke lurah, satu ke bukit. Satu ke timur dan satu ke barat. Akhirnya accident dan berembuk sesama sendiri. Akhirnya umat Islam yang rugi.
Ada yang kaya berfoya-foya, sombong, membuang masa dan melakukan pembaziran. Hidup sendiri-sendiri. Ada yang miskin tidak sabar. Merungut sana, merungut sini. Mengeluh di sana, mengeluh di sini. Mereka kelihatan resah gelisah.Yang berilmu hanya memikirkan diri. Dia mencari harta dengan ilmunya. Dia bergaul dengan masyarakat hanya di majlis-majlis rasmi. Hidup juga bersendirian. Pemuda-pemudinya hidup tidak tentu hala dan tidak tahu matlamat. Berkumpul membuang masa, bohsia, bohjan, melepak-lepak, sakit mata melihatnya.
Para pemerintah dan penguasa menggertak-gertak, membentak-bentak, mengugut-ugut dan menakut-nakutkan seolah-olah tenggelam punca. Tidak tahu bagaimana hendak mendidik rakyatnya.
Di dalam keluarga, masing-masing hendak lari keluar. Terutamanya anak-anak. Mereka gelisah sahaja. Panas punggung duduk di rumah kerana di rumah tiada ketenangan dan tiada kebahagiaan.
Begitulah gambaran masyarakat Islam di seluruh dunia.Begitu kusut dan menyakitkan mata memandang. Kalau kita hendak membuat perbandingan, sepertilah kain buruk yang luntur warnanya, berculang-caling, bertompok-tompok, ada hitam, ada kelabu, ada merah, ada biru, ada kuning dan lain-lain warna kerana ditimpa berbagai-bagai hal. Keadaannya begitu comot sekali. Sakit mata memandang dan perasaan hati terasa jijik.
Atau dengan gambaran yang lain sebagai perbandingan, macam kita melihat di satu lembah yang busuk, becak, berlumpur, penuh sampah sarap yang berbagai-bagai warnanya.Baunya busuk, sangat jelik dilihat. Hati liar dibuatnya. Begitulah gambaran masyarakat umat Islam di seluruh dunia.
Mengapa terjadi demikian ?
Mengapa gambaran masyarakat Islam begitu buruk ?
Mengapa Islam itu begitu cantik tetapi penganutnya tidak cantik ?
Mengapa Islam itu indah sedangkan penganut-penganutnya sudah tidak indah lagi ?
Terjadinya yang demikian itu adalah dari sebab-sebab seperti berikut:
1. Sesetengah umat Islam di seluruh dunia, Islamnya tinggal akidah semata-mata. Ibadah sudah tidak dibuat lagi. Apatah lagi perkara-perkara selain ibadah, lebih-lebih lagi tidak mencerminkan ajaran Islam. Hiduplah cara mana mahu hidup. Buatlah apa yang terasa. Ikutlah siapa yang hendak diikut. Kadang-kadang dia pun tidak tahu apakah dia seorang muslim atau tidak. Cuma dia dengar-dengar bahawa dia adalah keturunan umat Islam. Maka dia pun mengaku orang Islam. Apa itu Islam, dia tidak tahu.
Golongan ini masih ramai.
2. Ada segolongan umat Islam, agamanya hanya setakat akidah dan ibadah sahaja. Itu pun ibadahnya tidak mengikut ilmu yang tepat dan beribadah pun tidak konsisten. Kadang-kadang buat, kadang-kadang tidak. Rasa hendak buat, dia beribadah. Rasa tidak mahu, berhenti dahulu. Atau waktu terpaksa beribadah. Contohnya kerana ada majlis rasmi di masjid, kenalah bersembahyang. Selepas itu rehat pula. Kemudian apabila terasa hendak beribadah, buat pula. Di aspek-aspek yang lain, jangan cerita. Dia buatlah apa sahaja yang dia mahu. Ia tidak ada kena-mengena lagi dengan Islam. Islam memang tidak ada hubung kait lagi dengan persoalan kehidupan.
Golongan ini juga ramai.
3. Ada golongan pula di kalangan umat Islam, dia berakidah dan ibadahnya tetap dibuat, tidak pernah tinggal. Bagai- mana pun, di sudut-sudut lain dia tidak ambil kira sangat, seperti di aspek makan, minum, pakaian, tempat tinggal dan tempat kerja. Hal-hal itu, ikut Islamkah atau tidak, dia tidak ambil pusing sangat. Jatuh kepada haram atau halal, dia tidak ambil kira. Akhlak juga tidak dijaga. Kalaupun ada yang sesuai dengan ajaran Islam bukan pula dirancang tapi hanya secara kebetulan sahaja. Kerana yang dia jaga sangat ialah akidah dan ibadah sahaja. Yang lain tidak dijaga.
Golongan ini agak ramai.
4. Satu golongan lagi, akidahnya bagus, ibadahnya juga agak bagus. Memang dia jaga. Makan, minum, pakaian, tempat tinggal dijaga jangan sampai melanggar ajaran Islam. Begitu pun di sudut-sudut lain pula terabai. Dia tidak ambil kira sangat. Seperti tidak ambil kira tempat bekerja walaupun melanggar perintah Islam seperti pergaulan bebas lelaki dan perempuan. Begitu juga akhlaknya tidak dijaga. Boleh sahaja mengumpat, mengata, menghina, hasad, pemarah, sombong, riyak, tamak, bakhil, memfitnah, mengadu domba dan lain-lain lagi.
Golongan ini juga agak ramai.
5. Ada golongan yang akidahnya dijaga, ibadah tidak dicuaikan dan akhlak boleh tahan dengan orang luar tetapi dengan anak isteri cuai. Di dalam keluarga tidak ada pendidikan formal atau tidak formal. Dengan anak isteri boleh buat lebih kurang, tidak ada perbincangan, tidak ada usrah, tidak ada pengajian dan tidak ada mesyuarat sesama ahli keluarga. Dengan anak isteri marah-marah sahaja. Didikannya hanya setakat: kalau anak isteri buat salah, dia marah-marah. Dia anggap itulah didikan. Padahal itu adalah hukuman, bukan didikan. Suasana Islam tidak ada di dalam rumah tangga dan hubungan renggang di antara keluarga. Padahal Islam itu selain bermula dari diri, ia juga bermula dari rumah tangga.
Golongan ini juga agak ramai dan keadaan ini berlaku merata.
6. Ada golongan yang sangat menghayati Islam. Akidahnya dijaga, ibadahnya istiqamah dan bersungguh-sungguh. Halal haram di dalam semua hal sangat diambil berat. Akhlaknya dengan Tuhan atau dengan manusia sentiasa diambil berat. Kalau dia melakukan kesalahan atau tertinggal amalan yang pernah dibuat walaupun sunat, dia sangat menyesal dan dia akan tampung dengan kebaikan. Dia akan tampung dengan sembahyang sunat, sedekah, dengan menolong orang dan lain-lain. Dengan anak isteri berjalan syariat Islam, sembahyang berjemaah bersama, ada program membaca Al Quran, ada jadual kuliah dan perbincangan. Ibu dan ayah menjadi suri teladan, berkasih sayang sesama keluarga, bekerjasama di antara satu sama lain.
Golongan ini sudah tidak ramai lagi. Mereka ini sudah dianggap orang ganjil dan pelik oleh masyarakat.
7. Golongan ini selain bersikap seperti golongan yang keenam, mereka sibuk memperjuangkan Islam. Islam itu diperjuangkan melalui ceramah-ceramah, nasihat-nasihat, tulisan-tulisan, membuat kebaikan di tengah masyarakat seperti selalu bersedekah, sering menolong orang susah dengan berbagai-bagai cara, suka berkhidmat dengan masyarakat dan pantang mendengar orang susah, mesti ditolongnya. Dia menyedarkan masyarakat kepada Islam secara bilhal atau secara sikap, agar orang ramai faham bahawa begitulah caranya Islam itu.
Golongan ini lebih-lebih lagi terlalu sedikit. Macam antah dalam beras atau macam mencari gagak putih.
Kalau secara rambang atau secara umum umat Islam seluruh dunia telah terbahagi kepada tujuh golongan. Itu belum kita perinci dan detailkan lagi.
Bagaimanalah umat Islam hendak berkasih sayang ?
Bgaimanakah boleh bersatu padu ?
Senangkah hendak bertolong bantu ?
Mudahkah hendak seia-sekata ?
Mudahkah hendak berjuang di dalam satu barisan yang tersusun, menuju satu haluan ?
Kalau umat Islam seluruh dunia ini, sudah tidak sama dan tidak seirama dalam memahami, menghayati, mengamalkan dan memperjuangkan Islam, bolehkah umat Islam menjadi kuat dan berdaulat ?
Bolehkah lahir satu umat yang berakhlak dan berwibawa hingga dihormati oleh bangsa-bangsa lain di dunia ?
Kalau kehidupan umat Islam sudah begitu kusut seperti yang telah kita paparkan sebelum ini, dari manakah kita hendak bermula untuk memulihkannya semula?
Bermula dari duit?
Bermula dari hiburan?
Bermula dari politik?
Bermula dari ilmu?
Berjuang memulihkan semula masyarakat Islam yang begitu haru-biru itu mesti bermula daripada iman dan ilmu. Iman dan ilmu mesti dari didikan. Dari didikan baru datang penghayatan. Dari penghayatan baru datang cinta kepada Allah, Rasul dan agama-Nya, atau baru datang takut kepada Allah Taala. Dari takut itu mereka melaksanakan. Dari melaksanakan, lahirlah bangsa yang bertaqwa.
Setelah bertaqwa barulah datang bantuan dan pembelaan dari Allah Taala. Setelah Allah Taala bela, barulah datang kekuatan, kedaulatan dan seterusnya kejayaan yang diredhaiNya.
Begitu pun, hendak melahirkan proses itu atau metodologi untuk ditempuh hingga sampai ke matlamatnya, mesti ada figure atau pemimpin yang beriman, berilmu, bertaqwa, berakhlak mulia, yang dihormati dan disegani, disayangi dan dipatuhi. Kalau nilai peribadi pemimpin itu sama dengan nilai peribadi rakyat umum atau lebih rendah lagi, siapakah yang boleh terima?
Siapakah yang boleh hormat?
Siapakah yang akan sayangi?
Siapakah yang akan patuhi?
Kita semua boleh memberi jawapan. Sudah tentu perjuangan umat Islam tidak sampai ke mana. Kalau hendak memperjuangkan di satu aspek sahaja seperti membangun dan maju sahaja, mungkin boleh. Bagaimana pula di aspek iman, taqwa, akhlak, ketaatan dan kasih sayang ?
Cukupkah dengan maju sahaja ?
Orang Barat sudah maju tetapi apa telah jadi kepada masyarakat mereka ?
Kita semua tahu keadaannya. Tidak perlulah saya sebutkan lagi. Apakah umat Islam mahu mengejar kemajuan sahaja seperti orang Barat lakukan. Masing-masing kita jawablah sendiri.
Umat Islam Sudah Nafsi-Nafsi
Ke mana sahaja kita pergi terasa sepi
Sekalipun di tempat ramai
Ke mana sahaja kita berada,
kita rasa macam berdagang di negeri orang
Padahal di negeri sendiri
Kerana tidak ada siapa yang ingin bertanya,
berkenal dan bermesra
Lebih-lebih lagi tidak akan ada sesiapa
Yang mengajak ke rumah sebagai tetamunya
Tegur sapa sesama umat Islam terlalu kurang
Memberi salam jarang sangat berlaku
Kalau kita orang yang baru datang di satu tempat
Dia pandang kita, kita pandang dia
Namun tegur sapa ingin tahu sudah jarang terjadi
Hanya pandang-memandang,
namun ingin berkenal jauh sekali
Umat Islam hari ini masing-masing
satu sama lain curiga-mencurigai
Kerana itulah kemesraan sudah tidak ada lagi
Ingin berkenal satu sama lain sudah tidak perlu
Betapalah untuk mendapat kawan,
jauh panggang dari api
Aduh, sepinya dunia ini
Walaupun di dalam hiruk-pikuk manusia
Sekalipun di tengah ramai
Tapi umat Islam sudah hidup nafsi-nafsi
Masing-masing menjaga diri
Satu sama lain tidak percaya-mempercayai
Sungguh rasa asing sekali ke mana kita pergi
Sungguh rasa sepi di mana sahaja kita berada
Di negeri sendiri terasa macam berdagang di negeri orang
Sekarang ini seolah-olahnya kita musafir sepanjang masa
Kerana orang tidak ingin hendak berkenal dengan kita
Allahyarham Ust. Ashaari.
Lepas Zuhur
25 – 09 – 1999
SIAPA MENOLAK SUNNATULLAH PASTI BINASA
Allah SWT mencipta langit, bumi dan seluruh isinya termasuk manusia. Allah juga mewujudkan peraturan demi untuk keselamatan dan kesejahteraan mereka bukan sahaja di dunia, bahkan juga di Akhirat, tempat tinggal terakhir buat manusia.
Peraturan atau syariat Allah yang berlaku di bumi tempat tinggal sementara manusia ini, itulah yang dikatakan sunnatullah. Ia merupakan peraturan dan perjalanan yang Allah Taala telah tetap dan peraturkan untuk manusia.
Yang wajib kenalah manusia ikut dan patuhi. Jika manusia tidak patuhi dan menolak sunnatullah itu, pasti manusia rosak dan binasa. Rosak dan binasa itu pasti terjadi di dunia lagi sama ada dalam jangka masa pendek mahupun panjang.
Apabila kita memperkatakan sunnatullah iaitu satu sistem dan peraturan yang ditentukan oleh Allah Taala buat manusia di dunia ini, ia tidak akan berubah dan tidak ada siapa yang boleh merubahnya sejak Allah Taala wujudkannya hinggalah sampai bila-bila. Firman Allah SWT:
Maksudnya:
“Kerana engkau tidak sekali-kali akan mendapati sebarang perubahan bagi Sunnatullah, engkau tidak sekali-kali akan mendapati sebarang penukaran bagi perjalanan sunnatullah itu.” (Fathir: 43)
Perlu diingat bahawa sunnatullah itu terbahagi kepada dua bahagian:
Pertama:Manusia menerimanya secara terpaksa
Kedua: Manusia menerima secara sukarela
Firman Allah: Maksudnya:
“Dan kepada Allah jualah sekalian makhluk yang ada di langit dan bumi tunduk menurut, sama ada dengan sukarela atau dengan terpaksa.” (Ar Ra’d: 15)
1.Secara terpaksa (karhan)
Sunnatullah yang pertama, manusia terpaksa menerimanya secara terpaksa ( karhan). Di antaranya seperti:
– Jika manusia ingin bernafas, Allah sudah tentukan dengan udara bukan dengan air dan lain-lain.
– Bernafas melalui hidung bukan melalui mata dan lain-lainnya.
– Makan dan minum melalui mulut bukan melalui dubur dan lain-lain jalan.
– Berjalan menggunakan kaki bukan melalui tangan dan lain-lain.
– Kalau mahu rehat dan untuk memulihkan kesegaran kenalah tidur dan rehat, bukan melalui bermain atau panjat pokok dan lain-lain.
Begitulah keadaannya. Banyak contoh-contoh lain lagi yang tidak perlu disebutkan di sini. Kiaskan sahaja.
2.Secara sukarela (tau’an)
Sunnatullah yang kedua ialah Allah Taala membuat peraturan sebagai sunnatullah yang tidak akan diubahi seperti:
– Makan dan minumlah yang halal seperti nasi dan air mineral, jangan makan dan minum yang haram seperti daging babi dan arak.
– Inginkan perempuan kenalah berkahwin. Jangan berzina.
– Inginkan kaya, berusahalah secara halal seperti berniaga, bertani dan berternak. Jangan mencuri, jangan menipu dan jangan rasuah.
– Jika inginkan keselamatan negara dan masyarakat, kenalah mengguna hukum Allah Taala yang berdasarkan Al Quran dan Sunnah.
– Kalau mahu kehidupan di bidang ekonomi berjalan sihat, tidak ada penipuan dan penindasan, tolaklah sistem riba, monopoli dan memperniagakan yang haram.
– Jika mahu kehidupan manusia seimbang agar terjamin kebahagiaan dan keharmonian, bangunkanlah kehidupan yang bersifat material dan juga pembangunan rohaniah.
Demikianlah beberapa contoh. Terlalu banyak lagi. Kiaskan sahaja. Kedua-dua sunnatullah itu sama ada yang bersifat terpaksa ( karhan) mahupun bersifat sukarela atau pilihan (tau’an) atau ada usaha memilih untuk melaksanakannya, kalau dilanggar atau tidak dipatuhi, pastilah manusia akan binasa di dunia ini sebelum binasa di Akhirat kelak.
Sebab-sebab manusia menolak itu mungkin kerana manusia itu mahu buat peraturan sendiri sebab tidak puas hati dengan peraturan Tuhan itu. Maka mereka pun membuat sunnah sendiri.
Sunnatullah yang pertama, tidak ada manusia yang menentang atau menolaknya. Semua orang boleh menerimanya kerana dari pengalaman manusia, mereka boleh menerima dengan penuh suka dan puas hati. Tidak ada yang terasa berat menerimanya. Bahkan tidak ada yang merasa inferiority complex menerimanya. Semua menerimanya dengan berpuas hati dan senang hati. Tidak ada yang merasakan kolot, ketinggalan zaman, out of date.
Tidak ada yang mengatakan,
“Ia sudah ketinggalan zaman, semenjak Nabi Allah Adam lagi manusia bernafas dengan udara. Sudah terlalu lama, sudah kolot. Inikan zaman sains dan teknologi, zaman IT canggih, tidak sepatutnya kita bernafas dengan udara lagi. Patut kita bernafas dengan air. Patut kita ubah rasa.”
Tiada manusia yang mengatakan begitu. Mengapa manusia boleh menerima bahkan berpuas hati dengan sunnatullah yang pertama iaitu yang bersifat karhan?
Mengapa tidak ada mempertikainya?
Mengapa tidak terasa kolot menggunakan peraturan yang sudah terlalu lama itu?
Manusia boleh menerimanya kerana kalau melanggar sunnatullah itu risikonya besar dan cepat sekali rosak binasa hingga boleh membawa mati. Bahkan sudah ramai yang mati disebabkan air. Cubalah bernafas dengan air! Bolehkah hidup? Bolehkah bernafas? Sudah tentu tidak boleh. Kalau diteruskan juga, masa itu juga binasa.
Jadi oleh kerana kalau melanggar sunnatullah yang pertama, yang bersifat terpaksa itu ( karhan ), manusia akan cepat menerima risikonya, maka tidak adalah manusia yang melanggar sunnatullah yang pertama itu. Malahan manusia boleh patuh dengan puas hati.
Di sini manusia merasa selamat menerima sunnatullah yang bersifat karhan. Manusia berpuas hati menerima peraturan itu. Manusia mengakui siapa yang melanggar sunnatullah itu, mereka pasti rosak binasa. Ertinya mematuhi peraturan yang bersifat karhan itu, ia sangat menyelamatkan dan menguntungkan manusia.
Bagaimanapun, manusia payah mahu menerima sunnatullah yang kedua iaitu yang bersifat sukarela ( tau’an). Termasuklah sebahagian besar umat Islam di dunia, di akhir zaman ini.
AllahTaala membenarkan manusia untuk memilih menerima atau menolak sunnatullah yang bersifat tau’an ini tetapi risikonya tetap ada bahkan lebih besar lagi. Sama ada yang akan berlaku di dunia, betapalah yang akan ditimpakan di Akhirat kelak.
Umat Islam sendiri merasa malu untuk menerimanya, ragu melaksanakannya, takut tidak maju, takut huru-hara, malu dengan yang bukan Islam. Ia dianggap ketinggalan zaman dan sudah tidak sesuai lagi.
“Sekarang zaman sains dan teknologi, zaman IT canggih, bukan zaman unta.”
Begitulah umat Islam sendiri dengan penuh angkuh dan sombong menolaknya. Bahkan benci dan prejudis terhadap pejuang-pejuang yang hendak menegakkan sunnatullah kedua yang bersifat tau’an ini.
Ramai manusia yang menolak, termasuklah sebahagian besar umat Islam, kerana apabila menolak sunnatullah yang kedua ini risikonya lambat. Kebinasaan dan kerosakan tidak terus berlaku di waktu itu. Ianya lambat berlaku. Adakalanya selepas sepuluh tahun, lima belas tahun atau dua puluh tahun. Sehinggakan apabila risiko dan kerosakan menimpa, di waktu itu mereka sudah tidak dapat kaitkan lagi ia dengan perlanggaran dan penolakan sunnatullah yang dilakukan sejak bertahun-tahun yang lalu.
Lantaran itu kalau ada orang atau golongan yang sedar, memberitahu kerosakan moral, jenayah, perpecahan dan lain-lain lagi yang berlaku sekarang ini disebabkan kita sejak dahulu telah melanggar sunnatullah, mereka akan menolaknya. Bahkan marah dan bermusuh pula dengan orang itu.
Mereka tidak boleh hendak mengaitkan gejala sosial yang berlaku, yang telah merosakkan masyarakat hari ini dengan kesalahan mereka menolak hukum atau sunnatullah itu.
Sebagai contoh,
keruntuhan akhlak dan gejala tidak sihat yang berlaku di dalam masyarakat sekarang seperti bohsia, bohjan, budaya lepak, vandalisme, rompak, samun, rasuah, krisis rumah tangga dan sebagainya itu adalah akibat dari apa yang kita telah lakukan sejak puluhan tahun yang lalu. Ianya berlaku apabila sistem pendidikan tidak mengikut syariat Allah, sistem ekonomi berdasarkan kapitalisme, perlembagaan negara bertentangan dengan sunnatullah iaitu tidak mengikut Al Quran dan Hadis, masyarakat kita tidak dihalang daripada pergaulan bebas dan media massa tidak dikawal daripada memaparkan apa yang dilarang oleh Allah seperti mempamerkan gambar-gambar lucah yang merangsang nafsu. Jadi, gejala sosial yang berlaku adalah buah dari pokok yang sudah lama kita tanam.
Oleh itu jelaslah kepada kita bahawa sunnatullah yang kedua ini yang bersifat tau’an, jangan dilanggar. Kalau dilanggar tetap memudarat dan merosakkan masyarakat manusia tetapi memakan masa yang panjang baru nampak risikonya. Setelah lama barulah terlihat kesannya.
Sama ada sunnatullah yang pertama mahupun yang kedua, yang bersifat karhan mahupun yang bersifat tau’an, kalau dilanggar juga kita akan binasa. Hidup kita akan huru-hara. Masyarakat kita akan pincang. Kebahagiaan kita akan tercabar dan keharmonian kita akan hilang. Cuma pelanggaran yang pertama cepat kebinasaannya tetapi pelanggaran yang kedua lambat. Itu sahaja bezanya.
Justeru itu kalau didapati di dalam masyarakat kita berbagai- bagai jenayah, kerosakan akhlak, krisis, bahkan bencana alam, rujuk cepatlah kepada Allah Taala. Jangan lengah-lengah lagi. Muhasabah diri dan sistem yang kita bangunkan. Ada atau tidak pelanggaran sunnatullah itu. Kalau didapati ada pelanggaran, kenalah perbetulkan. Tukar segera dengan sunnatullah, kemudian memohon ampun sebanyak-banyaknya kepada-Nya sebelum Allah Taala menimpakan balasan dan hukuman yang lebih berat dan teruk lagi.
Langgan:
Catatan (Atom)